Selasa, 27 Desember 2011

3. LEMAH LEMBUT TERHADAP ISTRI ((MAHLIGAI RUMAH TANGGA) OLEH NURUL HUDA AL-FATAWY

Shalat shubuh telah usai, di pagi yang diselimuti kabut tipis pegunungan. Ling Ling nampak letih karena habis munajat di sepertiga malam bersama istri tercinta. Namun dalam keadaan yang tetap semangat, ia bersama istrinya mengikuti wejangan-wejangan rutin yang diberikan oleh sang ayah.

”Ling Ling, fahamilah bahwa wanita dicipta dari tulang rusuk bengkok, jika kau menyikapi dengan kekerasan, maka akan mudah patah, tetapi bila kau biarkan cenderung salah arah. Maka hadapilah istrimu dengan penuh kelembutan”, kata Gus Erfan dalam wejangannya kali ini.

”Kelembutan yang bagaimana, ayah?”, tanya Ling Ling

”kelembutan yang mendamaikan, kedamaian yang menyenangkan, kesenangan yang penuh perlindungan, perlindungan yang diselimuti cinta dan sayang”, jawab Gus Erfan.

”Aku masih belum mengerti, ayah?”.

”he he he ...Ling Ling... Ling Ling..., baiklah akan kututurkan sedikit demi sedikit, agar kau memahaminya”. Kata Gus Erfan.

”Cinta dalam bahasa Arab disebut ”Hub”, atau ”Habbah”, yang berarti benih. Bibit dari rasa sayang kepada sesuatu. Cinta juga disebut ”Mawaddah” yang berarti lapang atau kosong. Lapang dalam menghadapi solah tingkah istrinya, dan kosong dari prasangka buruk terhadap pasangannya. Karena itu orang yang mencintai istri ia selalu memandang sisi baik yang dimiliki dan mengeksplorasi kebaikan-kebaikannya, dengan mengabaikan kekurangannya. Sebagai suami, kamu juga harus meminimalisir keburukan perangai istrimu. Hal demikian merupakan kewajibanmu sebagai kepala rumah tangga. Meskipun begitu, kamu tidak boleh menghadapinya dengan kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah penyelesaian yang baik atas permasalahan yang ada. Bahkan bisa menambah masalah baru yang tidak diinginkan.”

Tatkala mendengar penjelasan tersebut, Ling Ling teringat dongeng gurunya waktu di bangku sekolah, lalu ia tuturkan, ”Ayah, saya mendengar sebuah kisah, bahwa ada seorang yang diangkat sebagai kekasih Allah karena kesabarannya terhadap perangai buruk istrinya, tapi ia juga dicabut kewaliannya gara-gara itu juga”.

”Ada seorang istri yang tidak cantik, cerewet, dan suka marah-marah pada suaminya. untuk mengindari agar tidak terkena omelan istrinya, setiap habis kerja ia menghabiskan waktunya di masjid dan aktif dalam kegiatan keagamaan lainnya. Malam pun ia habiskan untuk berwirid, bermunajat, sampai istrinya sudah tidur.”

”Akhirnya kerena sabar dan taqarrubnya pada Allah itu, ia dekenal orang sebagai yang memiliki daya linuwih, keramat, doanya mustajab. Ribuan orang memohon do’anya agar mendapatkan kesembuhan dan lain-lain. Ia menjadi makrifat billah, lalu diangkat oleh Allah sebagai kekasihNya.”

”Tatkala sudah masyhur, dalam hatinya terbersit keinginan lain. Ia berdo’a, Ya Allah, sungguh tiada terhingga kemulyaan yang Kau berikan kepadaku. Hampir semua do’aku telah Engkau kabulkan. Kali ini saya memohon kepadaMu, cabutlah nyawa istriku yang jelek dan cerewet ini. Dan gantilah istri baru yang mudah, cantik dan penyayang, demikian pinta orang itu kepada Tuhannya.”

”Allah pun mengabulkan pinta dalam do’anya. Beberapa minggu berlalu, Si Jelek Bawel meninggal dunia. Ia menikah lagi dengan seorang gadis cantik yang manja.”

”Semenjak itu, ia mulai tidak suka keluar rumah. Hari-harinya dihabiskan untuk bermesraan dengan sang istri. Kegiatan kemasyarakatan dan intensitas ibadahnya menurun. Bahkan untuk munajat pun menjadi malas. Kini do’a sang kyai tak mustajab lagi Satu per satu tamunya berangsur berkurang.. Dan akhirnya karena terlena dan dilalaikan oleh kesibukannya dalam bermesraan bersama istri yang cantik itu, berakibat lalai  dari mengingat Allah, maka dicabutlah kewaliannya oleh Allah SWT.” demikian paparan Ling Ling pada ayahnya.

”Hai anakku, cerita itu adalah sebuah gambaran, betapapun keadaan istrimu, hendaknya kamu mensyukurinya. Yakinlah bahwa dia adalah jodoh yang terbaik menurut Allah bagimu. Maka semua bergantung padamu bagaimana dalam memimpin rumah tangga.” komentar Gus Erfan.

”Nabi Muhammad SAW bersabda, Man Shabara ’alaa suu’i khuluqi imra’atihi ’a’thaahullahu minal’ajri mitsla maa u’tiya ayyuba ’alaihissalam ’alaa balaa’ihi”, artinya Barang siapa yang sabar terhadap keburukan akhlak istrinya, maka mendapatkan pahala semisal pahala yang diberikan kepada nabi Ayyub AS.”. lanjut Gus Erfan.

Iffah, sejak tadi hanya diam, namun dia tetap memperhatikan secara seksama kata demi kata atas wejangan mertuanya.
Diam-diam dalam hatinya bicara, ”hmm... Ling Ling adalah suami yang kucinta. Demi cintaku padanya, maka aku akan berbuat yang tidak baik, lalu dia bersabar atas perangai burukku, sehingga mendapatkan pahala yang besar dari Allah atas kesabarannya itu”, demikian pikir Iffah.

”Apa yang ada dalam benakmu menantuku?”, tanya ayahnya seolah tahu apa yang sedang direnungkan Iffah.

”Seorang istri itu wajib berbuat yang terbaik pada suaminya. Wajib mentaatinya secara total selama masih dalam hal-hal yang dibenarkan oleh agama”.
Iffah tersentak, mendengar teguran mertuanya. Belum sempat ia berkata-kata, Gus Erfan sudah melanjutkan penuturannya.

”Rasulullah SAW bersabda, ” Min Haqqihi an lau saala min minkharaihi daman au qaihan falahasathu bilisaaniha maa ’addad haqqahu. Lau Kaanaa yanbaghii libasyarin ayyasjuda libasyarin la’amartul mar’ata an tasjuda lizaujiha idzaa dakhala ’alaiha limaa fadh-dhalallahu ’alaiha ...HR.Hakim, artinya Hak suami itu besar, andaikan mengalir darah atau nanah dari hidungnya, kemudian istri menjilati dengan lidahnya, belum juga terbayar hak suami itu. Dan andaikan diperbolehkan manusia sujud kepada sesama manusia, niscaya saya perintah istri sujud pada suaminya setiap dia ketemu. Demikian itu karena kelebihan yang diberi Allah pada suami”,

”Berarti, ’Swarga nunut neraka katut’ artinya masuknya istri ke dalam surga numpang suami dan terjerumusnya istri ke neraka adalah mengikut suami, ayah?” tanya Ling Ling.

”Ling Ling, menurutku istilah itu adalah sebuah belenggu feodalisme yang perlu kita kaji kembali. janganlah kamu sampai salah memahami hadist tersebut. Wanita menikah bukan untuk dipenjara, bahkan harus dilindungi hak-haknya. Kemarin pernah aku sampaikan sebuah ayat alquran yang artinya pergaulilah istrimu dengan cara yang makruf. Hal ini mengharuskan seorang suami agar berbuat bijaksana dalam memimpin rumah tangga”,
”Kebijakan semacam apa ayah?”, tanya Ling Ling menyelah pembicaraan.

”Misalnya, agama mengajarkan, bahwa setiap istri ketika membelanjakan uangnya harus seijin suami. Maka suami hendaknya tidak membelenggu istrinya dengan alasan tersebut. Sebab kalau bersikeras terhadap haknya, maka istri akan terkekang dan rumah tangga takkan berjalan dengan baik”.
”Kenapa ayah?”

”Sebab amat sedikit suami yang mau menyediakan makan/ memasak untuk istrinya, padahal itu adalah kewajiban suami.”

”Oleh sebab itu, yang terpenting dalam rumah tangga adalah saling percaya dan lapang dada, saling ridha satu sama lainnya. Bukankah nabi juga bersabda, ’Akmalul mu’miniina iimaanan ahsanuhum khuluqa wa althafuhum bi ahlihi. Wa khairukum khairukum li ahlihi (HR At-Tirmidzi), artinya Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang terbaik budi pekertinya, dan yang paling lemah lembut terhadap keluarganya. Yang terbaik diantara kalian adalah suami yang berbuat terbaik untuk istrinya.”

Waallahu A’lam Bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar