Selasa, 13 Desember 2011

U L A T B U L U

Daerah yang terkenal Agraris, Indonesia memiliki berbagai aneka macam tumbuhan. Hal itu pula dibarengi dengan aneka ragam hewani yang terlengkap di dunia.


Sudah menjadi sunnatullah, bahwa keseimbangan alam semesta ini berlaku hukum saling ketergantungan antara makluk yang satu dengan lainnya. Karena Yang Maha Berdiri sendiri (Qiyamuhu Bi Nafsihi) hanya Allah swt.


Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, Tuhan telah menentukan adanya system “Rantai Makanan”. Apabila ada salah satu populasi makhluk hidup terjadi kepunahan, maka akan timbul tidak adanya keseimbangan. Misalnya, karena akibat ulah manusia yang suka menangkap ular dan membunuhnya, maka akan terjadi berkurangnya atau bahkan tidak adanya pemangsa tikus, sehingga berakibat akan mudah timbul hama tikus. Setiap ada kejadian punahnya suatu populasi, maka akan menimbulkan perkembangan pada makhluk yang lain yang dapat menimbulkan masalah baru bagi kehidupan manusia dan alam sekitarnya.


Seperti yang terjadi di daerah Probolinggo jawa Timur, beberapa desa telah dilanda wabah ulat bulu yang begitu banyak. Ulat-ulat tersebut tidak hanya menyerang tanaman atau pohon-pohon, tetapi juga memenuhi rumah-rumah penduduk.


Sebagai orang yang ahli di dalam “Ilmu Alam” tentu akan menduga bahwa hal tersebut diakibatkan oleh hewan-hewan pemangsa ulat telah punah, sehingga menjadikan pengembangbiakannya sangat cepat.

Namun dalam Tulisan ini, kami tidak mengurai bagaimana secacara biologis ulat-ulat tersebut dengan cepat dapat memenuhi tempat/ daerah itu, melainkan mencoba mengurai makna dibalik peristiwa yang ada.


Pertama, Ulat adalah sebagai simbul hewan yang menjijikkan dan membuat gatal kulit serta tidak disukai oleh manusia.


Hal itu mengandung sebuah iktibar, hendaknya manusia perlu menginstrospeksi diri, apakah dengan kejadian wabah ulat bulu itu menjadi sebuah perlambang bahwa budaya manusia telah begitu menjijikkan? Dalam interaksi sosial yang ada, manusia yang satu dengan lainnya, banyak yang menjadi ulat-ulat. Memakan harta oang lain dengan cara yang tidak halal, melanggar hak orang lain, mengganngu ketentraman pihak lain dan sebagainya, seperti ulat yang suka makan dan merusak daun-daunan, sehingga pohonnya menjadi mati. Bahkan kebanyakan hati manusia pun telah ikut dimakan ulat. Manusia tidak lagi memiliki kejernihan hati dalam memandang sesuatu persoalan. Yang ada hanya kerakusan dan lapar terhadap kesenangan nafsu.


Apabila bencana Ulat bulu tersebut difahami sebagai bahasa Tuhan dalam mengingatkan manusia, tentu untuk menciptakan Negara yang bersih, asri, disegani dan dicintai oleh bangsa-bangsa lain, maka kita hendaknya melakukan “Taubatan Nasuha” (baca: Reformasi Total)

Dengan reformasi total tersebut, maka seperti Ulat yang berubah menjadi kupu-kupu, mereka harus melakukan tapa berata, mengabaikan bentuknya, bertirakat dalam kepompong sehingga ulat yang menjijikkan menjadi kupu-kupu yang disukai banyak orang.


Taubatan Nasuha yang difahami sebagai Reformasi Total tersebut adalah tidak hanya melalui reformasi birokrasi dangan segala perangkat undang-undangnya, melainkan juga reformasi pola pikir dan reformasi budaya dengan  cara lupakan hal-hal yang lampau, mengampuni segala kesalahan masa lampau, kemudian segala keburukannya ditinggalkan dirubah menjadi polapikir yang baru yang lebih ideal dan adil dan berpihak pada nilai-nilai kemanuisaan.


Merubah kebiasaan korup menjadi jujur. Merubah kebiasaan melanggar menjadi taat aturan, merubah pola hidup konsumtif menjadi produktif, merubah kebiasaan tangan di bawah menjadi tangan di atas, merubah penyakit pecundang menjadi jantan, merubah ego kedaerahan menjadi fanatisme nasional, merubah intrik perpecahan menjadi keutuhan, merubah penindasan menjadi mengangkat nilai-nilai dan harkat martabat sebagai bangsa yang santun dan berwibawa.


Apabila tidak siap menjadi kupu-kupu maka jangan pilih menjadi Ulat Bulu
Jika tak sanggup menjadi manusia terhormat maka jangan menjadi biadab
Apabila tak bisa membangun maka jangan jadi perusak
Andaikan kau cinta negeri ini maka jangan kau nodai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar