Kamis, 13 Desember 2012

BIROKRASI DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Istilah birokrasi tentu sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat terutama dalam penyediaan pelayanan publik atau bahkan birokrasi diidentikkan dengan sesuatu yang lama, bertele-tele, dan rigid (kaku). Hal tersebut karena birokrasi terikat oleh peraturan atau perundang-undangan yang berlaku. Meskipun begitu, birokrasi merupakan alat pemerintah untuk menyediakan pelayananan publik dan perencana, pelaksana, dan pengawas kebijakan.
Pelaksanaan birokrasi setiap negara berbeda-beda tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut oleh setiap negara. Dengan begitu birokrasi di Negara maju tentu akan berbeda dengan birokrasi di Negara berkembang. Birokrasi yang diterapkan sudah bagus atau belum di Negara maju dan Negara berkembang dapat terlihat dari penyediaan pelayanan publik oleh pemerintah kepada masyarakatnya seperti pengadaan barang dan jasa terutama dalam bidang transportasi, pelayanan kesehatan, pelayanan administrasi, dan penyediaan pendidikan gratis.
Di Negara berkembang, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum bisa dikatakan baik karena pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi geografis, sumber daya manusia, sumber penerimaan, dan teknologi informasi. Sedangkan di Negara maju bisa dikatakan pelayanan public yang ada sudah baik karena hamper semua faktor tersebut bias teratasi dengan baik.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai perbandingan pelayanan publik di Negara Jepang sebagai contoh perwakilan Negara maju dan di Negara Indonesia sebagai contoh perwakilan dari Negara berkembang. Pelayanan publik yang akan diangkat adalah masalah pelayanan publik yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa khususnya dalam bidang transformasi.

1.2.   Rumusan Masalah
1.   Landasan teori birokrasi apa yang digunakan di Negara Indonesia?
2.   Bagaimana gambaran umum birokrasi di Indonesia?
3.   Bagaimana ber-etika dalam administrasi?
4.   Bagaimana menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh birokrasi?

1.3.   Tujuan Penulisan
1.   Mengetahui landasan teori birokrasi di Negara Indonesia
2. Mengetahui gambaran umum birokrasi di Indonesia.
3. Mengetahui cara beretika dalam administrasi.
4. Mengetahui cara menghadapi masalah / penyakit dari birokrasi.

















BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.Pengertian Birokrasi
Menurut Taliziduhu Ndraha (2003) ada tiga macam pengertian birokrasi yang berkembang saat ini:
1.   Birokrasi diartikan sebagai aparat yang diangkat penguasa untuk menjalankan
pemerintahan (government by bureaus).
2. Birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku pemerintahan yang buruk (patologi).
3. Birokrasi sebagai tipe ideal organisasi.
Pengertian birokrasi (pemerintahan) dalam mata kuliah ini adalah suatu organisasi pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, yang memiliki fungsi, peran, dan kewenangan dalam melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi, misi, tujuan, dan program yang telah ditetapkan.
Fungsi dan peran birokrasi meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1)     melaksanakan pelayanan publik;
(2)     pelaksana pembangunan yang profesional (merit system);
(3)     perencana, pelaksanan, dan pengawas kebijakan (manajemen pemerintahan);
(4)     alat pemerintah untuk melayani kepentingan (abdi) masyarakat dan negara yang netral dan bukan merupakan bagian dari kekuatan atau mesin politik (netralitas birokrasi).
Kewenangan birokrasi adalah kewenangan formal yang dimiliki dengan legitimasi produk hukum bukan dengan legitimasi politik.
Birokrasi terdiri dari biro yang artinya meja dan krasi yang artinya kekuasaan. Dari pengertian dua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa birokrasi adalah kekuasaan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi. Birokrasi ini bersifat kaku.



2.2.   Perspektif Birokrasi
1.   Teori Negara
Terdiri dari unsure konstitutif dan unsure deklaratif. Unsur konstitutif adalah unsure Negara yang terdiri dari wilayah, pemerintahan, dan rakyat. Sedangkan unsure deklaratif adalah unsure Negara yang terdiri dari pengakuan d facto dan de jure.
2.   Teori Kebutuhan ekonomi
Usaha manusia memenuhi kebutuhan yang diperlukan birokrasi yang berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat tersebut.
3.   Teori Organisasi dan Kelas
Tujuan dalam organisasi dapat dicapai apabila ada instrumen birokrasi yang baik.
2.3.   Fungsi dan Peran Birokrasi
1.   Melaksanakan pelayanan publik
2.   Pelaksana pembangunan yang profesional
3.   Perencana, pelaksana, dan pengawas kebijakan.
4.   Alat pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat dan bukan merupakan bagian dari kekuatan politik (netral)

2.4. Tujuan Birokrasi
1.   Sejalan dengan tujuan pemerintahan
2.   Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan negara
3. Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan professional
4. Menjalankan mamajemen pemerintahan, mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi, represif, prefentif, antisipatif, resolusi, dll.
2.5. Tipologi Birokrasi
1.   Berdasarkan perspektif Otoriter
a.   Birokrasi Tradisional
Sumber legitimasinya adalah waktu, artinya orang yang berkuasa adalah orang-orang yang lebih lama di dalam birokrasi tersebut.
b.   Birokrasi Kharismatik
Sumber legitimasinya adalah kepribadian yang luar biasa bagi seorang pemimpin yang dilihat secara personal.
c.   Birokrasi Legal-Rasional
Sumber legitimasinya adalah aturan-aturan yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu.
2.   Berdasarkan Perspektif Keterbukaan
a.   Birokrasi Terbuka
Aksesibilitas masyarakat dapat masuk dengan luas, masyarakat dapat ikut serta dalam proses pembuatan kebijakan dan masyarakat juga dapat menyampaikan aspirasinya ke birokrasi langsung.
b.   Birokrasi Tertutup
Berdasarkan kepentingan dan peraturan yang berada dalam birokrasi tersebut, kebijakan yang diputuskan hanya dilakukan dalam birokrasi dan berjalan hanya berdasarkan aturan-aturan yang didalamnya.
c.   Birokrasi Campuran
Birokrasi yang mendapatkan aspirasi dari masyarakat tapi tidak bisa masuk secara langsung ke dalam birokrasi untuk menentukan kebijakan.
2.6.   Karakteristik Birokrasi Weber
Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya.
1.   Jabatan-jabatan dan tingkatan hirarki disusun dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan. Ada yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil.
2.   Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam dalam hirarki itu secara spesifik itu berbeda satu dengan yang lainnya.
3.   Setiap jabatanmempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas masing-masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan secara kontrak.
4.   Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya melalui ujian kompetitif.
5.   Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hirarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu.
6.   Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan penilaian obyektif (merit system).
7.   Setiap pejabat tidak dibenarkan menjalankan jabataannya dan sumberdaya instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
8.   Setiap pejabat berada dibawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.

2.7.   Patologi (Penyakit) Birokrasi Pemerintahan
1.   Budaya feodalistik;
2.   Menunggu petunjuk/arahan;
3.   Loyalitas pada atasan, bukan organisasi;
4.   Belum berorientasi prestasi;
5.   Budaya melayani rendah;
6.   Belum didukung teknologi menyeluruh;
7.   Ekonomi biaya tinggi;
8.   Jumlah pegawai relatif banyak, kurang bermutu/asal jadi.

2.8.   Penyakit Organisasi
1.   Tujuan telah ditetapkan, tetapi tidak dirumuskan secara rinci dan jelas (tidak
membumi);
2.   Pembagian tugas tidak adil, tidak merata, tidak tuntas dan tidak jelas batas-batas (tidak adil);
3.   Anggota hanya mau bekerja sesuai dengan tugasnya, terjadi pengkotak-kotakan (kaku);
4. Merasa dirinya/unitnya yang paling penting, yang lain tidak/kurang penting (sok penting);
5.   Pemberian tanggung jawab yang tidak seimbang dengan wewenang (zalim);
6.   Terlalu banyak bawahan yang harus diawasi – kewalahan (rakus);
7.   Seseorang bawahan mendapat perintah dari satu atasan mengenai hal yang sama, tetapi perintahnya saling bertentangan (plin plan);
8.   Sanksi terhadap pelanggaran tidak tegas (banyak pertimbangan).

2.8.   Peran Birokrasi dalam Pemerintahan Modern
Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dealam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah:
1.   Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2.   Pelayanan
Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan demi melayani kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi public service ini.
3.   Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.
4.   Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli.


















BAB III
PEMBAHASAN
3.1.   Gambaran Umum kondisi Birokrasi di Indonesia
3.1.1.   Birokrasi Indonesia Secara Umum
Dalam makalah ini kami mencoba memparkan secara jelas kondisi birokrasi di Indonesia. Di negara-negara berkembang, tipe birokrasi yang di idealkan oleh Max Weber nampak belum dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Sebagai salah satu Negara yang berkembang Indonesia tidak terlepas dari realita di atas. Meski sudah mengenal birokrasi yang modern, namun jauh sebelum itu, masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menerapkan sejenis “ birokrasi kerajaan ” yang feudal-aristokratik. Sehingga dalam upaya penerapan birokrasi modern,yang terjadi hanyalah bentuk luarnya saja, belum tata nilainya. Sebagaimana yang diteapkan di Indonesia lebih mendekati pengertian Weber mengenai “ dominasi patrimonial”, dimana jabatan dan perilaku di dalam hirarki lebih di dasarkan pada hubungan pribadi.
Dalam model Weber, tentang dominasi birokrasi patrimonial individu-individu dan golongan yang berkuasa mengontrol kekuasaan dan otoritas jabatan untuk kepentingan ekonomi politik mereka. Ciri-ciri dominasi birokrasi patrimonial ala Weber yang hampir secara keseluruhan terjadi di Indonesia antara lain:
a.   Pejabat-pejabat disaring atas kinerja pribadi
b.   Jabatan di pandang sebagai sumber kekuasaan atau kekayaan
c.   Pejabat-pejabat mengontrol,baik fungsi politik ataupun administrative
d.   Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik

3.1.2.   Penampilan Birokrasi Pemerintah Indonesia
Tidak mudah mengindentifikasi penampilan birokrasi Indonesia. Namun perlu dikemukakan lagi, bahwa organisasi pada prinsipnya berintikan rasionalitas dengan kriteria-kriteria umum, seperti efektivitas, efisiensi, dan pelayanan yang sama kepada masyarakat. Ada beberapa aspek pada penampilan birokrasi di Indonesia,antara lain:
1.      Sentralisasi yang cukup kuat
Sentralisasi sebenarnya merupakan salah satu cirri umum yang melekat pada birokrasi yang rasional. Di Indonesia, kecenderungan sentralisasi yang amat kuat merupakan salah satu aspek yang menonjol dalam penampilan birokrasi pemerintah. Hal ini disebabkan karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang dalam lingkungan yang kondusifterhadap hidup dan berkembangya nilai-nilai sentralistik tersebut.
2.   Menilai tinggi keseragaman dan struktur birokrasi
Sama seperti sentralisasi, keseragaman dalam struktur juga merupakan salah satu cirri umum yang sering melekat pada setiap organisasi birokrasi. Di Indonesia, keseragaman atau kesamaan bentuk susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit birokrasi demikian menonjol dalam stuktur birokrasi pemerintah.
3.   Pendelegasian wewenang yang kabur
Dalam birokrasi Indonesia, nampaknya pendelegasian wewenang masih menjadi masalah. Meskipun struktur birokrasi pada pemerintah Indonesia sudah hirarkis, dalam praktek perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanankan. Dalam kenyataanya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan tertinggi dalam birokrasi. Sementara hubungan antar jenjang dalam birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi.
4.   Kesulitan menyusun uraian tugas dan analisis jabatan
Meskipun perumusan uraian tugas dalam birokrasi merupakan kebutuhan yang sangat nyata, jarang sekali birokrasi kita memilikinya secara lengkap. Kalaupun adasering tidak dijalankan secara konsisten. Di samping hambatan yang berkaitan dengan keterampilan teknis dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah adanya keengganan merumuskannya dengan tuntas. Kesulitan lain yang dihadapi birokrasi di Indonesia adalah kesulitan dalam merumuskan jabatan fungsional. Secara mendasar, jabatan fungsional akan berkembang dengan baik jika di dukung oleh rumusan tugas yang jelas serta spesialisasi dalam tugas dan pekerjaan yang telah dirumuskan secara jelaas pula. Selain itu, masih banyak lagi aspek-aspek lain yang menonjol dalam birokrasi di Indonesia, diantaranya adalah perimbangan dalam pembagian penghasilan, yaitu selisih yang amat besar antara penghasilan pegawai pada jenjang tertinggi dan terendah.

Hal lain yang cukup menarik dan dapat dijumpai dalam penampilan birokrasi pemerintah Indonesia adanya upacara-upacara yang bersifat formalitas dan hubungan yang bersifat pribadi. Hubungan yang bersifat pribadi sangat mendapat tempat dalam budaya birokrasi di Indonesia, karena dengan adanya hubungan pribadi dengan para key person banyak persoalan yang sulit menjadi mudah atau sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa birokrasi di negara kita belum baik dan masih banyak yang perlu diperbaiki.

3.3.      Kelemahan Birokrasi Di Indonesia
Keluhan tentang birokrasi Indonesia umumnya bermuara pada penilaian bahwa birokrasi di Indonesia tidak netral. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri, apalagi melihat praktek sehari-hari dimana birokrasi terkait dengan lembaga lainnya. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah tidak mungkin dipandang sebagai lembaga yang berdiri sendiri, terlepas dari lembaga-lembaga lainnya.
Dalam realitanya, yang menggejala di Indonesia saat ini adalah praktek buruk yang menyimpang dari teori idealismenya Weber. Dalam prakteknya, muncul kesan yang menunjukkan seakan-akan para pejabat dibiarkan menggunakan kedudukannya di birokrasi untuk kepentingan diri dan kelompok. Ini dapat dibuktikan dengan hadirnya bentuk praktek birokrasi yang tidak efisien dan bertele-tele.



3.4.      Harapan Model Birokrasi Masa Depan
Kebutuhan yang nyata saat ini dalam praktek birokrasi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan konkret dari masyarakat. Kebutuhan akan peningkatan kualitas kehidupan politik menjadi suatu tuntutan yang tak terhindarkan. Kondisi birokrasi Indonesia yang masih bercorak patrimonial, adalah merupakan benang sejarah yang perlu diperhatikan dengan seksama. Dalam perkembangan kearah modernisasi menuntut adanya peningkatan kualitas administrasi dan manajemen.
Selain itu, dalam menghadapi kondisi saat ini dan menjawab tantangan masa sekarang, birokrasi Indonesia diharapkan mempunyai kharakteristik yang mampu bersifat netral, berorientasi pada masyarakat, dan mengurangi budaya patrimonial di dalam birokrasi tersebut.




















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.   Kesimpulan
Birokrasi adalah kekuasaan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi. Pada umumnya birokrasi ini bersifat rigid dan kaku. Namun, birokrasi memiliki fungsi dan peran yang amat penting di dalam masyarakat salah satunya adalah melaksanakan pelayanan publik. Pelaksanaan birokrasi dalam hal pelayanan publik di setiap negara tentunya berbeda, begitu juga diantara negara berkembang dengan negara maju.
Di negara berkembang yaitu Indonesia, pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat sepertinya belum bisa dikatakan baik atau maksimal karena tidak semua lapisan masyarakat yang belum menikmati pelayanan yang ada dan birokrasinya sangat berbelit-belit. Dilihat dari pelayanan transportasi publik, Indonesia bisa dikatakan kurang memadai. Seperti yang kita ketahui dalam penyediaan transportasi umum masih banyak angkutan umum seperti bus atau angkutan perkotaan, yang sebenarnya sudah tidak layak untuk digunakan namun tetap digunakan karena alasan kekurangan biaya, maka yang terjadi adalah banyak angkutan umum yang memaksakan muatan untuk mengangkut penumpang sementara keselamatan mereka cenderung diabaikan. Contoh lain dari buruknya pelayanan transportasi adalah pelayanan kereta api, meskipun sekarang sudah tidak seluruhnya milik pemerintah tetap saja pelayanan kereta api kelas ekonomi masih kurang memadai karena banyak masyarakat yang naik ke atap kereta api agar tetap bisa menggunakan kereta api sebagai transportasi umum. Padahal sudah jelas, hal itu sangat membahayakan keselamatan para penumpang. Mereka nekat melakukan ini karena harga karcis untuk kereta kelas ekonomi sangat murah dibandingkan dengan kereta jenis lain dan angkutan umum lain seperti bus.



4.2.      Saran

Adapun rekomendasi yang diberikan dapat kepada pemerintah dan masyarakat. Di Indonesia, pemerintah sebaiknya memperhatikan dan memperbaharui sistem birokrasi yang ada dalam penyediaan pelayanan publik, seperti memperbaiki infrastruktur yang ada, pemerintah juga harus lebih memperhatikan kenyamanan dan keselamatan masyarakat yang menggunakan angkutan umum khususnya kereta api.
Selain itu, perlu adanya kontrak bernegara dan paksaan sah terhadap lembaga dan aparat public untuk memberikan pelayanan yang mudah, murah, memiliki kepastian hukum, dan kepastian tanggung jawab. Dengan itu semua diharapkan akan mengurangi beban ekonomi sekaligus memberi peluang meningkatkan produktifitas bagi warga Negara. Dengan studi perbandingan dengan negara Jepang yang telah kami lakukan dalam hal pelayanan transportasi pelayanan publik kepada masyarakat diharapkan pemerintah dapat memberikan perbaikan dengan mengambil keunggulan-keunggulan dalam hal pelayanan transportasi publik yang ada di negara Jepang. Keunggulan yang ada di negara Jepang tersebut seperti dalam hal teknologi dan sistem pengadministrasian hendaknya dapat diterapkan di negara Indonesia disesuaikan dengan kondisi dan budaya yang ada di Indonesia sehingga masyarakat dapat merasakan kepuasan pelayanan.
Patologi Birokrasi harus diobati dengan Aturan, System dan Komitmen pengelolaan yang berorientasi "melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat", "mempermudah, bukan mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang". Pemerintah harus merubah paradigma lamanya dari yang dilayani menjadi pelayanan dan pengabdi masyarakat





DAFTAR PUSTAKA


Merkel, Wolfgang. 2005. Demokrasi di Asia. Jakarta : Friedrich Ebert Stiftung.

Santoso, Priyo Budi. 1993. Birokrasi Pemerintah Orde Baru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Bahan Ajar Perkuliahan Birokrasi Demokrasi materi Pelayanan Publik

Dwiyanto, Agus, 2002, Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Pusat

Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.

Direktorat Aparatur Negara, Bappenas, 2004, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta.

Suprijadi, Anwar 2004. Kebijakan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dalam Pelayanan Publik, Disampaikan pada Peserta Diklatpim Tingkat II Angkatan XIII Kls.A dan B, Tanggal 19 Juli 2004. di Jakarta.




www.bps.go.id          


www.dpr.go.id                     

www.mediaindonesia.com

1 komentar: