Pertamakali aku
datang kepadamu kuucapkan Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Semoga
kalian semua diberi keselamatan oleh Allah SWT. Juga keselamatanmu dilimpahi
kasih sayang. Selamat yang disayang. Kasih sayang yang menyelamatkan. Juga
berkah. Karena salam dan rahmat itu hidupmu jadi berkah. Manfaat bagi dirimu
dan lingkunganmu.
Makanya kaum yang membudayakan salam adalah kaum yang menjadi berkah bagi kehidupan ini. Menjadi rahmat alam ini. Dan menjadi keselamatan semua makhluk.
Coba anda
bayangkan, bagaimana jika Islam tidak ada? Tentu jahiliah akan merajalela. Umat
manusia akan berperang satu dengan lainnya. Gadis-gadis banyak yang dibunuh dan
diperkosa. Hamba sahaya akan menjadi transaksi istimewa. Dan anda tentu tak
bisa menikmati hidup seperti ini.
Islam datang
dengan membawa ajaran salam. Islam adalah salam. Salam adalah Islam. Islam dan
salam menjadi simbul perdamaian. Maka ketika pertamakali aku berjumpa denganmu,
yang kuucapkan adalah salam. Agar aku dan kamu menjadi damai, selamat, penuh
perasaan sayang dan untuk membangkitkan potensi kita masing-masing, agar
menjadi manusia yang berkah. Amin
Adapun budaya
salam-salaman yang sering kita lakukan bila ketemu dengan teman, kerabat, kang
kyai, kang guru, atau siapa saja adalah aktualisasi salam dalam bentuk
simbul-simbul. Salam adalah syari’at. Salam-salaman (jabat tangan) adalah
thariqat. Dan hakikatnya bisa macam-macam. Tergantung apa motivasi dan bentuk
salamanmu.
Jika motivasi
salamanmu dengan sesama teman karena rasa kangen, maka bentuk salamanmu bisa
dengan berjabat erat, atau setelah berjabatan saling berangkulan, dan atau
berjabat tangan dengan luapan senyum –-sesuai dengan khas senyummu—maka
hakekatnya kamu ingin menunjukkan pada temanmu bahwa dirimu sedang dilanda
rindu dengannya.
Jika amotivasi
salamannmu hanya dibuat pantas-pantasan, bisa jadi bentuk salamanmu pun juga
asal-asalan dan biasanya –dalam saat kamu bersalaman—arah pandanganmu tidak
melihat orang yang kamu ajak bersalaman (berpaling muka). Hakikatnya, kamu
harus tahu bahwa dirimu itu termasuk orang yang egois, memandang sebelah mata,
meremehkan orang lain.
Jika modus operandi
salamanmu dengan lawan jenis (wanita) adalah jabatan erat sambil telunjukmu
kamu garuk-garukkan pada tengah-tengah telapak tangan wanita tersebut. Itu
pertanda kamu sedang bernafsu dengannya, karena –-harap tahu—titik refleksi
pembangkit sahwatiyah wilayah dada wanita beserta isinya adalah di tengah
telapak tangannya. Dan harap tahu juga bahwa itu adalah perbuatan dosa, sebab
bukan muhrimnya. Tetapi bagi kamu yang memiliki hobi semacam itu, bisa jadi
kamu adalah tipe orang yang suka mengakali dosa dan memasabodohi dosa. Sehingga
kamu suka mencari keuntungan kenikmatan dosa yang kamu lakukan. Basanya –-tidak
semua lho—bagi orang yang pintar sehingga mafhum akan diri manusia, bahwa ia
tidak bisa terlepasa dari perbuatan dosa, maka ia akan memilih melakukan dosa
yang dapat membuatnya atau menimbulkan kesenangan.
Seperti
kata-katamu yang sering aku dengar, “Pacaran dengan pasangan jelek, sudah jelek
cerewet lagi..! mbok ya pacaran itu cari pasangan yang aduhai, biarpun dosa,
tapi kan
marem..?”.
Makanya jangan
heran kalau banyak orang pintar malah gemar melakukan dosa. Apakah kamu heran?
Kalau aku tidak. Karena orang pintar itu belum tentu benar. Bahkan benarpun
belum tentu baik. Dan orang baik belum tentu pintar dan benar.
Pintar, benar
dan baik adalah takaran isi kesejtian. Sedangkan kita tidak pernah tahu, apakah
kesejatian itu? Karena kita tidak memiliki keinginan sungguh sungguh untuk
menjadi manusia sejati. Ahsani Taqwim. Makanya rumusan pintar, baik dan benar
yang kita format adalah relatif, nisbi dan tidak jelas. Akibatnya kitapun
menjadi manusia yang tidak jelas pula, subhat. Dan subhat itu mendekati
keharaman.
Ada yang tak pintar berlagak pintar. Ada yang memang pintar
berlagak sok pintar. Ada
yang tak baik berlagak sok baik dan menganggap dirinya paling baik. Ada yang tak benar tak
tahu bahwa dirinya salah. Ia berjalan tak menyadari bahwa dirinya berjalan. Ia
duduk tak menyadari bahwa dirinya sedang duduk. Ia berdiri tak menyadari bahwa
dirinya sedang berdiri. Dan seterusnya. Karena memang ia tidak bisa melihat
siapa sejati dirinya. Orang sekarang kan
banyak yang lupa diri.
Adapun saat kamu
bersalaman dan kamu cium tangan orang yang kamu salami, berarti kamu hormat,
kagum dan mengidolakan orang tersebut.
Jika setelah
besalaman dan kamu belaikan tanganmu pada dadamu sendiri, maka pertanda kamu
itu damai, ihlas, atau berusaha damai dan ihlas atas salamanmu.
Jika setelah
salaman kamu usapkan telapak tanganmu pada bathok kepalamu sendiri, itu
pertanda kamu lagi bingung.
Jika kamu
sebagai pemin silat, yang akan disabung di atas ring, biasanya sebelumnya kamu
dianjurkan besalaman dulu dengan lawanmu. Agar selama pertandingan dapat
berjalan secara kesatria.
Adapun mengenai
ucapan salamku kepadamu yang tanpa jabat tangan ini, adalah semata-mata aku tidak
ingin disibukkan simbul-simbul. Agar aku dapat bebas bergerak kemana saja,
menelusup ke kedalaman jiwamu. Agar ku dapat berakrab-akrab ria tanpa basa
-basi.
(Kumpulan
Catatan Oleh Nurul Huda Al-Fatawy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar