Jumat, 02 Maret 2012

ASSALAMU"ALAIKUM


Pertamakali aku datang kepadamu kuucapkan Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Semoga kalian semua diberi keselamatan oleh Allah SWT. Juga keselamatanmu dilimpahi kasih sayang. Selamat yang disayang. Kasih sayang yang menyelamatkan. Juga berkah. Karena salam dan rahmat itu hidupmu jadi berkah. Manfaat bagi dirimu dan lingkunganmu.

Makanya kaum yang membudayakan salam adalah kaum yang menjadi berkah bagi kehidupan ini. Menjadi rahmat alam ini. Dan menjadi keselamatan semua makhluk.

Coba anda bayangkan, bagaimana jika Islam tidak ada? Tentu jahiliah akan merajalela. Umat manusia akan berperang satu dengan lainnya. Gadis-gadis banyak yang dibunuh dan diperkosa. Hamba sahaya akan menjadi transaksi istimewa. Dan anda tentu tak bisa menikmati hidup seperti ini.

Islam datang dengan membawa ajaran salam. Islam adalah salam. Salam adalah Islam. Islam dan salam menjadi simbul perdamaian. Maka ketika pertamakali aku berjumpa denganmu, yang kuucapkan adalah salam. Agar aku dan kamu menjadi damai, selamat, penuh perasaan sayang dan untuk membangkitkan potensi kita masing-masing, agar menjadi manusia yang berkah. Amin

Adapun budaya salam-salaman yang sering kita lakukan bila ketemu dengan teman, kerabat, kang kyai, kang guru, atau siapa saja adalah aktualisasi salam dalam bentuk simbul-simbul. Salam adalah syari’at. Salam-salaman (jabat tangan) adalah thariqat. Dan hakikatnya bisa macam-macam. Tergantung apa motivasi dan bentuk salamanmu.

Jika motivasi salamanmu dengan sesama teman karena rasa kangen, maka bentuk salamanmu bisa dengan berjabat erat, atau setelah berjabatan saling berangkulan, dan atau berjabat tangan dengan luapan senyum –-sesuai dengan khas senyummu—maka hakekatnya kamu ingin menunjukkan pada temanmu bahwa dirimu sedang dilanda rindu dengannya.

Jika amotivasi salamannmu hanya dibuat pantas-pantasan, bisa jadi bentuk salamanmu pun juga asal-asalan dan biasanya –dalam saat kamu bersalaman—arah pandanganmu tidak melihat orang yang kamu ajak bersalaman (berpaling muka). Hakikatnya, kamu harus tahu bahwa dirimu itu termasuk orang yang egois, memandang sebelah mata, meremehkan orang lain.

Jika modus operandi salamanmu dengan lawan jenis (wanita) adalah jabatan erat sambil telunjukmu kamu garuk-garukkan pada tengah-tengah telapak tangan wanita tersebut. Itu pertanda kamu sedang bernafsu dengannya, karena –-harap tahu—titik refleksi pembangkit sahwatiyah wilayah dada wanita beserta isinya adalah di tengah telapak tangannya. Dan harap tahu juga bahwa itu adalah perbuatan dosa, sebab bukan muhrimnya. Tetapi bagi kamu yang memiliki hobi semacam itu, bisa jadi kamu adalah tipe orang yang suka mengakali dosa dan memasabodohi dosa. Sehingga kamu suka mencari keuntungan kenikmatan dosa yang kamu lakukan. Basanya –-tidak semua lho—bagi orang yang pintar sehingga mafhum akan diri manusia, bahwa ia tidak bisa terlepasa dari perbuatan dosa, maka ia akan memilih melakukan dosa yang dapat membuatnya atau menimbulkan kesenangan.

Seperti kata-katamu yang sering aku dengar, “Pacaran dengan pasangan jelek, sudah jelek cerewet lagi..! mbok ya pacaran itu cari pasangan yang aduhai, biarpun dosa, tapi kan marem..?”.

Makanya jangan heran kalau banyak orang pintar malah gemar melakukan dosa. Apakah kamu heran? Kalau aku tidak. Karena orang pintar itu belum tentu benar. Bahkan benarpun belum tentu baik. Dan orang baik belum tentu pintar dan benar.

Pintar, benar dan baik adalah takaran isi kesejtian. Sedangkan kita tidak pernah tahu, apakah kesejatian itu? Karena kita tidak memiliki keinginan sungguh sungguh untuk menjadi manusia sejati. Ahsani Taqwim. Makanya rumusan pintar, baik dan benar yang kita format adalah relatif, nisbi dan tidak jelas. Akibatnya kitapun menjadi manusia yang tidak jelas pula, subhat. Dan subhat itu mendekati keharaman.

Ada yang tak pintar berlagak pintar. Ada yang memang pintar berlagak sok pintar. Ada yang tak baik berlagak sok baik dan menganggap dirinya paling baik. Ada yang tak benar tak tahu bahwa dirinya salah. Ia berjalan tak menyadari bahwa dirinya berjalan. Ia duduk tak menyadari bahwa dirinya sedang duduk. Ia berdiri tak menyadari bahwa dirinya sedang berdiri. Dan seterusnya. Karena memang ia tidak bisa melihat siapa sejati dirinya. Orang sekarang kan banyak yang lupa diri.

Adapun saat kamu bersalaman dan kamu cium tangan orang yang kamu salami, berarti kamu hormat, kagum dan mengidolakan orang tersebut.

Jika setelah besalaman dan kamu belaikan tanganmu pada dadamu sendiri, maka pertanda kamu itu damai, ihlas, atau berusaha damai dan ihlas atas salamanmu.

Jika setelah salaman kamu usapkan telapak tanganmu pada bathok kepalamu sendiri, itu pertanda kamu lagi bingung.

Jika kamu sebagai pemin silat, yang akan disabung di atas ring, biasanya sebelumnya kamu dianjurkan besalaman dulu dengan lawanmu. Agar selama pertandingan dapat berjalan secara kesatria.

Adapun mengenai ucapan salamku kepadamu yang tanpa jabat tangan ini, adalah semata-mata aku tidak ingin disibukkan simbul-simbul. Agar aku dapat bebas bergerak kemana saja, menelusup ke kedalaman jiwamu. Agar ku dapat berakrab-akrab ria tanpa basa -basi.

(Kumpulan Catatan Oleh Nurul Huda Al-Fatawy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar